Photobucket

Saatku menuntut cerai dari suamiku…

Dari Anas ibn Malik ra, Rosululloh SAW brsabda "Tidak sempurna iman salah satu di antara kalian sehingga mencintaiku melebihi kecintaannya kpd keluarga, harta dan seluruh manusia (HR.Muslim)

Rumah tangga memang suatu yang harus kita pertahankan, sekuat tenaga kita. Seperti yang kita ketahui bahwa perceraian sesuatu yang dibolehkan namun ia juga sesuatu yang dibenci oleh Allah Swt. Namun setelah anda membaca tulisan saya ini, satu hal yang harus di garis bawahi bahwa saya bukan sedang memprovokasi perceraian seperti para artis. Tapi disini saya ingin mengajarkan anda menjadi seorang perempuan yang memiliki karakter. Karakter yang saya maksud disini adalah anda harus tahu kapan anda harus mencium kaki suami anda, atau kapan anda harus keras terhadap suami anda.

Memang yang terbaik menikah itu sekali untuk seumur hidup. Anak - anak tumbuh dalam kasih sayang ibu dan bapak kandungnya. Orang tua kandung adalah sumber cinta kasih yang tulus di dunia ini. Tumbuh dalam keluarga bahagia menjadikan anak sehat mentalnya. Tapi dalam perjalanan hidup pernikahan kadang ada saja cobaan yang mengharu biru biduk rumah tangga. Datangnya bisa dari pihak suami atau istri, atau pihak ketiga, atau dari dalam keluarga besar rumah tangga itu sndri.

Permasalahan utama disini bukan rukun, tapi kebahagiaan. Didalam kebahagiaan itu ada kerukunan, namun tidak disetiap kerukunan itu belum tentu ada kebahagiaan, karena banyak juga kerukunan terjadi karena sebuah pemaksaan kondisional dan itu tidak baik untuk sebuah keluarga.

Keluarga itu dibangun untuk bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat. Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.

Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih Menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.(Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

Berkeluarga berarti kita telah menghidupkan setengah dien kita yang belum sempurna, karena itu dengan keluarga kita telah memuliakan diri kita dari perzinahan. Dan Dengan keluargapun kita bisa membangun imunitas lingkungan yang mendorong kita untuk lebih kondusif menciptakan ruangan kebiasaan yang penuh dengan ibadah kepada Allah. Dari situlah kita paham membangun keluarga yang penuh nilai nilai islam adalah kebahagiaan sejati yang akan menuntun kita menuju surga Allah yang abadi.

Tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal yaitu: (a) sesuai kafa’ah; dan (b) shalih dan shalihah. Nah kunci dari kata bahagia yang dimaksud dalam Islam ini adalah ketika Syariat Islam itu tegak dalam keluarga.

Keluarga itu seperti sebuah bahtera di tengah samudera kehidupan. Seorang istri adalah sayap bagi suaminya. Sedangkan suami adalah pemimpin yang mengarahkan keluarga ini kepada tujuan sejati kehidupan. Apakah tujuan itu yaitu Ridha Allah untuk memberikan kita kemudahan mencicipi kenikmatan surgaNya yang abadi.

Saat saya harus melawan suami saya…

Sayangnya, seorang istri bukanlah seorang imam, seorang istri bukan seorang pemimpin. Justru ia berhak mendapatkan pimpinan dari suaminya. Pimpinan seorang suami disini tidak bersifat instruksional tapi juga suami harus mampu mengkomunikasikan grand design leadershipnya dengan baik ke istri dengan pendekatan musyawarah.

Suami memang pemimpin tapi istri juga penyeimbang. perintah suami tidak bersifat mutlak saat ia bertentangan dengan Allah atau saat ia tidak mampu memberikan cara komunikasi yang bisa dimengerti istri dengan mudah, apalagi ketika ia tidak mampu memberikan keteladanan kepada sang istri. saat niat baik suami hanya dikomunikasikan dengan gaya instruksional lalu membiasakan ketaklitan istri atas dasar dalil "taat suami adalah surga" sebenarnya disini ada boomerang perasaan yang bisa meledak suatu saat menjadi pertengkaran hebat. karena perempuan juga manusia.

Disinilah titik dimana saya akan mulai bicara mengenai perlawanan istri dalam rumah tangga. Sungguh hina seorang istri yang melawan kepada suami yang sholeh, yang telah berkorban banting tulang untuk menafkahi keluarga, yang telah mengajarkan agama kepada keluarganya terlebih ketika ia telah mencukupi keluarga baik secara lahir dan batin.

Saat kesabaran menjadi tameng untuk menjaga keutuhan keluarga, saya justru menuntut para istri untuk memperkuat agama didalam dirinya, bukan memperkuat kesabaran dan keikhlasan, karena kesabaran dan keikhlasan tanpa pemahaman agama yang benar adalah kebodohan semata.

Namun jika suami kita adalah lelaki bejat, hidung belang, tidak bertanggung jawab, kasar terhadap istri, juga bukan hanya miskin agama tapi juga meremehkan agama. Seberapa pantas kita sebagai istri berdiam diri, setelah kita berjuang habis habisan untuk menegakkan agama Allah sedangkan suami kita lebih suka duduk di tempat tempat yang jauh dari hal hal yang memotivasi keislaman?

Seberapa pantas kita sebagai wanita terus berdiam diri saat karena satu alasan sepele dalam rumah tangga, suami kita dengan memudahnya mengeluarkan kalimat ancaman perceraian, pengusiran dari rumah bahkan ancaman kekerasan? pernah kalian menghadapi hal seperti ini? Semoga saja tidak, karena jika iya..sebentar lagi saya akan mengajarkan anda cara menjadi seorang wanita sejati. LAWAN!

Kita para wanita telah ditakdirkan Allah untuk duduk patuh pada suami suami kita,

“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.”(An-Nisa`: 34)

Rasulullah Saw bersabda :

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain. niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya. Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).”(HR. Ahmad 4/381. Dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no. 3366)

Al-Hushain bin Mihshan rahimahullahu menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Selesainya dari keperluan tersebut,

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya:

“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.”
(HR. Ahmad 4/341 dan selainnya, lihat Ash-Shahihah no. 2612)

Namun dibalik hadist ketaatan istri kepada suami, Rasulullah juga pernah berkata :

“Hanyalah ketaatan itu dalam perkara yang ma’ruf.”

(HR. Al-Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 4742)

Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memperingatkan:

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Ahmad 1/131, dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dalam syarah dan catatan kakinya terhadap Musnad Al-Imam Ahmad dan dishahihkan pula dalam Ash-Shahihah no. 181)

Rasulullah SAW juga bersabda "sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik kepada istri dibanding kalian." (H.R. Ibn Majah dan Hakim)

orang yang paling sempurna imannya dan yang paling dekat denganku di akhirat nanti adalah mereka yang paling baik dan lemah lembut kepada istrinya (H.R. al-Tirmidzi)

Dari sinilah saya coba menyeimbangkan proporsi ketaatan seorang istri terhadap suami, dengan situasi dimana seorang istri boleh melakukan makar terhadap suami. Sebagai seorang istri, kita semua berhak untuk mendapatkan pengayoman dari suami. Pengayoman Aqidah, Keteladanan Akhlak dan tuntunan menuju keluarga yang Sakinah Mawaddah Warrahmah. Namun adakah semua itu kita dapatkan dari suami yang suka menceritakan betapa gembiranya dia berjalan dengan wanita yang bukan muhrimnya tanpa rasa bersalah? Yang dengan ringan lidah bercerita kepada istrinya kemarin dikantor dia digoda sama perempuan A, B dan C bahkan sering pulang bersama si wanita D dan bla bla bla...

Lusinan kasus intimidasi mental di dalam keluarga menghantui para istri. Setelah kerja panjang kita mengurus anak, kegetiran kita menjaga anak dari pergaulan, mencuci pakaian dan pada saat waktunya kita istirahat kita harus tetap siaga jika ditengah malam kita harus terbangun dengan rasa ikhlas melayani hasrat biologis suami.

“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak untuk datang maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 3524)

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.” (Muslim no. 3525)

Sungguh kami para istri ini sangat paham betul apa kewajiban kami dan tidak ada satupun dari kebanyakan kami yang kami minta selain dua hal : Jagalah Agama Kami Lalu Jagalah Perasaan Kami!

Berontaklah kepada Suami Yang Suka Meninggalkan Sholat!


Tidak perlu banyak yang kita tuntut dari suami kita selain jalan dan keteladanan dari semangat hidup menuju surga Allah yang abadi. Apalah artinya rumah tangga yang dipimpin oleh seorang lelaki yang lalai terhadap sholat lima waktunya? kayak atau miskin suami kita, maka keluarga kita telah miskin terlebih dahulu sejak kita miskin terhadap hidayah Allah itu sendiri.

Kita bahkan tak perlu meminta ia tepat waktu berjamaah, namun jika sholat lima waktu yang tertunda saja ia lalai…bagaimana ia bisa menjadi teladan bagi anak anak kita? Bagaimana ia bisa menuntun kita menuju surga Allah yang abadi?

Bahkan setelah ragam nasehat kita sampaikan, keluhan dan dorongan motivasi kita salurkan, namun ia justru menjadi jengkel bahkan bersikap kasar pada kita. Suami seperti apa yang bisa memberikan ridho Allah pada kita padahal perilakunya sendiri adalah sesuatu yang tidak diridhoi Allah?

“Sesungguhnya batas pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan adalah meninggalkan Shalat”
(HR Muslim dalam kitab Al IMan)

Diriwayatkan dari Buraidah bin Al Hushain ra. Ia berkata : aku mendengar Rasulullah Saw bersabda “Perjanjian diantara kita dan mereka adalah shalat, barang siapa yang meninggalkannya maka benar benar ia telah kafir” (HR. Abu Daud, Turmudzi, An Nasi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

Tahukah kamu apakah penghiburan terbaik bagi seorang istri yang sedang belajar menjadi seorang wanita sholehah? Ketika ia melihat suaminya bangun setiap subuh dan berangkat ke masjid sholat berjamaah. Melihat militansi ibadah seorang suami disetiap 5 waktu kewajiban sholat adalah penghiburan terlebih ketika ia melaksanakannya tepat waktu, apalagi selalu berjamaah di masjid..oh indahnya.

Namun saya katakan kepada kalian para wanita, berhentilah melemahkan diri kalian sejak para shahabiyah ternyata banyak yang mahir bermain kuda. Maka lawan dan tuntutlah perceraian kepada suamimu saat dia dengan sengaja meninggalkan sholat 5 waktu dan tidak menggubris nasehat demi nasehat yang kita berikan.

“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menuaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (Qs. At-Taubah: 11)

Persaudaraan agama tidak gugur karena perbuatan-perbuatan maksiat walaupun besar, namun persaudaraan itu akan gugur ketika keluar dari Islam. Sungguh kita tidak bersedia untuk melayani seorang lelaki yang menghidupkan kekafiran dengan sengaja setelah keimanan datang kepadanya. Lawan Suamimu!!!

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah SAW) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan agamanya." (HR. Bukhori dan Muslim)

Berontaklah kepada Suami Yang Suka Malas Mencari Nafkah!

Ya Ukhtifillah..kita tidak menuntut dunia kepada suami kita, apalagi harta yang berlebihan. Firman Allah swt,”..Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al Baqoroh : 233)

“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.”(QS. Ath Thalaq : 6)

Sabda Rasulullah saw,”Berilah dia (istrimu) makan tatkala kamu makan, berilah dia pakaian tatkala kamu berpakaian..”(HR. Abu Daud)

Kita tak perlu menuntut hasil dari kerja keras suami, namun lelahnya seorang suami setelah total mencari nafkah adalah energy kepahlawan yang mengharu-biru menguatkan rasa cinta kita kepada keluarga kita bukan?.

Yang kami banggakan bukan berapa banyak uang yang bisa dibawa pulang oleh suami, tapi seberapa maksimal suami berjuang untuk mencukupi nafkah itulah kekuatan inspirasi terbesar para istri.

Karena kami tahu bahwa Ali Bin Abu Thalib ra telah berjuang berbisnis untuk kebutuhan keluarga namun garis rizkinya telah diatur oleh Allah dalan kecukupan yang seadanya. Tak ada keluh kesah bagi kami atas tidak cukupnya rizki dari pendapatan suami setelah ia telah berpikir dan berusaha keras mengembangkan pendapatan. Karena kamipun paham kesederhanaan adalah kekayaan sesungguhnya,

Tapi sungguh pilu rasanya, jika anda mendapat seorang suami dengan gaji pas – pasan menghabiskan waktu makan di luar rumah, sementara istri dan anaknya terlantar dengan makan ala kadarnya.

Bahkan ada juga yang lebih nyeleneh, gaji istri jauh lebih besar dari suami tanpa rasa malu dan rasa bersalah suami mengatur atur urusan keuangan istri tanpa pernah berpikir bagaimana cara merumahkan istrinya agar lebih fokus membina anak, yang setelah itu seharusnya ia berkomitmen untuk mendapatkan pendapatan yang bisa menutupi kebutuhan istrinya tanpa harus membebani istrinya bekerja lagi?

Adakah cerita yang lebih buruk lagi di dunia ini saat seorang suami dengan gaji yang kecil namun tidak pernah malu untuk menghabiskan uang istri untuk membeli rokok, ongkos harian, sampai main warnet dan makan sehari hari minta dicukupi oleh gaji istri. Dimana rasa malumu wahai laki – laki? bahkan seorang waria masih memiliki komitmen untuk bertahan hidup dari hasil jerih payahnya sendiri!

Lebih hinalah seorang suami yang berselingkuh, melakukan perzinahan diam – diam sambil pulang mengacuhkan masakan istrinya, lalu setelah cuek ia lebih suka makan diluar dan hanya datang ke istri saat nafsu birahinya memuncak semata. oh tidak..saya menemukan yang lebih gila lagi, setelah kelakuan bejat diatas ternyata ada juga suami yang setelah itu suka mengancam perceraian kepada si istri, mengusir dari rumah bahkan melakukan ancaman kekerasan. Terlebih ketika semua itu terjadi setelah si suami hanya hidup mengandalkan gaji sang istri. Ternyata hal seperti itu ada di dunia ini…

Wahai para istri..para sahabatku, Kita tidak butuh nafkah lahiriah yang besar, kita hanya perlu melihat bahwa suami telah berjuang maksimal, maka dalam setiap prosesnya, keikhlasan dan kesabaran adalah ibadah besar seorang istri untuk selalu setia menemani suami. inilah bentuk sujud kita di kaki suami kita ya ukhti...

Namun jika perilaku tidak tahu diri telah bersanding dalam keterbatasan ini, sadarilah Allah menyuruh kita patuh kepada suami yang taat pada Allah, karena itulah lawanlah suamimu jika ia telah melalaikan tanggung jawab menafkahi keluarga bahkan justru menggunakan harta keluarga untuk hal-hal yang tidak bertanggung jawab dan merugikan keluarganya sendiri..sekali lagi LAWAN!

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda : “Ada tiga kelompok, yang pada hari kiamat Allah tidak akan berbicara kepada mereka, Allah tidak akan membersihkan mereka, Allah tidak akan memandang mereka, dan mereka akan disiksa dengan azab yang pedih, yaitu : “Orang tua yang berzina, penguasa yang bohong, dan orang miskin yang sombong.”(HR.Muslim)

Berontaklah kepada Suami Yang Suka Selingkuh Dan Berzina!

“dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Israa : 32)

Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan hukuman hudud. Yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah SWT, sehingga tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan Qs. an-Nuur [24]: 2.

Pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum jilid (cambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muhson (pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi saw maka diterapkan hukuman rajam. Tak ada yang pantas bagi kita mempertahankan seorang suami yang berzina bahkan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan hidup.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda : “Ada tiga kelompok, yang pada hari kiamat Allah tidak akan berbicara kepada mereka, Allah tidak akan membersihkan mereka, Allah tidak akan memandang mereka, dan mereka akan disiksa dengan azab yang pedih, yaitu : “Orang tua yang berzina, penguasa yang bohong, dan orang miskin yang sombong.”(HR.Muslim)

“Adapun orang laki-laki dan perempuan yang telanjang di atas semacam tungku, mereka adalah orang-orang yang berbuat zina baik laki-laki maupun perempuan.”(HR Bukhari)

Kita jangan mau mentolerir kemaksiatan, setelah kita paham hukum syariat atas kemaksiatan tersebut. Suami yang bermaksiat bukan hanya kekafiran bersamanya, namun telah haram bagi kita apa yang telah dihalalkan sebelumnya oleh Allah melalui akad pernikahan.

Zina Ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang perempuan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syariat (bukan pasangan suami isteri) dan kedua-duanya orang yang mukallaf, dan persetubuhan itu tidak termasuk dalam takrif (persetubuhan yang meragukan).

Jika seorang lelaki melakukan persetubuhan dengan seorang perempuan, dan lelaki itu menyangka bahwa perempuan yang disetubuhinya itu ialah isterinya, sedangkan perempuan itu bukan isterinya atau lelaki tadi menyangka bahwa perkawinannya dengan perempuan yang disetubuhinya itu sah mengikut hukum syariat, sedangkan sebenarnya perkawinan mereka itu tidak sah, maka dalam kasus ini kedua-dua orang itu tidak boleh didakwa berzina dan tidak boleh dikenakan hukuman hudud, karena persetubuhan mereka itu adalah termasuk dalam wati’subhah yaitu persetubuhan yang meragukan.

Mengikut peruntukan hukuman syariat yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist yang dikuat-kuasakan dalam undang-undang Qanun Jinayah Syar’iyyah bahwa orang yang melakukan perzinaan di dalam mahkamah syariah wajib dikenakan hukuman hudud, yaitu dicambuk sebanyak 100 kali cambukan. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang bermaksud :

“Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, hendaklah kamu sebat tiap-tiap seorang dari kedua-duanya 100 kali cambuk, dan janganlah kamu dipengaruhi oleh perasaan belas kasihan terhadap keduanya dalam menjalankan hukum Agama Allah, jika benar kamu beriman kepada Allah dan hari Akhirat, dan hendaklah disaksikan hukuman siksa yang dikenakan kepada mereka itu oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.(Surah An- Nur ayat 2)

tak ada yang perlu dipertahankan untuk seorang suami yang dengan sengaja telah berzina setelah datang nasehat kepadanya. Terlebih ketika itu dilakukan berulang ulang kali. Lawanlah suamimu! Jika ia berzina!!!

Jika Memang Sudah Syar’i Alasannya Maka Gugat Cerailah Suamimu!!!

"Wanita mana yang meminta perceraian dari suaminya tanpa alasan yang jelas, maka haram baginya aroma surga"(HR.Ahmad & Abu Daud)

Ketahuilah, bahwa thalaq termasuk peristiwa yang sangat disenangi oleh setan. Imam Muslim meriwayatkan, yang artinya:

"Sesungguhnya iblis meletakkan kerajaannya di atas air. Lantas, mengutus pasukan-pasukannya. Prajurit yang paling dekat dengannya, ia adalah yang paling besar fitnahnya. Kemudian salah satu dari mereka datang untuk melaporkan: "Aku telah melakukan ini dan itu!" Maka Iblis berkomentar: "Engkau tidak melakukan apa-apa!" Selanjutnya yang lain datang seraya berkata: "Tidaklah aku tinggalkan (anak Adam) sampai aku pisahkan dirinya dengan istrinya," maka Iblis mendekatkannya seraya berseru: "Bagus benar dirimu". [HR Muslim, 2813].

Namun, apabila perbedaan sudah meruncing, sulit untuk dijembatani lagi, sehingga menyebabkan suasana kehidupan rumah tangga kian hari justru tidak semakin baik, maka Islam keluasan, sebagaimana tersebut dalam firman Allah, yang artinya:

"Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahabijaksana". [an-Nisâ`/4:130].

Persoalannya, jika seorang istri mengajukan gugagat cerai tanpa alasan jelas, maka hal ini termasuk dosa besar. Peringatan ini mendapat ancaman keras sebagaimana terdapat dalam hadits.

Akan tetapi, sebuah gugatan cerai dapat disahkan oleh agama bila ada alasan syar'i. Misalnya karena naqshud-dîn (kurangnya agama, umpamanya tidak shalat, tidak puasa), akhlak buruk pada diri suami yang suka bertindak sewenang-wenang, hingga menyebabkan istri sangat tertekan dan tidak mampu lagi memenuhi hak suami dengan baik. Dan juga seperti ketiga ulasan saya diatas.

Meski demikian, keputusan atas gugatan isri ini tetap berada di tangan suami, kecuali bila perkaranya sudah masuk kepada hakim, maka hakim atau qadhi dapat memaksa sang suami tersebut untuk menceraikan istrinya. Dijelaskan dalam sebuah hadits, yang artinya:

"Dari Ibnu 'Abbas, bahwasanya istri Tsâbit bib Qais mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai, Rasulullah. Aku tidak mencela Tsâbit bin Qais pada akhlak dan agamanya, namun aku takut berbuat kufur dalam Islam," maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apakah engkau mau mengembalikan kepadanya kebunnya?" Ia menjawab,"Ya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ," lalu beliau n bersabda: "Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah ia". [HR al-Bukhari]

Perceraian, bila terjadi tanpa alasan-alasan syar'i, berarti hanya mengada-ada dan sekedar mempermainkan. Ini bisa menimbulkan kerusakan bagi kehidupan, yang tentunya ditentang oleh Islam. Dimanakah orang-orang yang sudi memikirkan akibat-akibat buruk pasca perceraian? Siapakah yang mau memikirkan nasib anak-anaknya setelah kedua orang tuanya bercerai? Apakah dosa dan kesalahan anak-anaknya sehingga harus menanggung beban sehingga "kehilangan" salah satu dari orang tuanya sehingga tidak lagi mendapatkan bimbingan dan kasih sayang dengan sepenuhnya?

Tapi kita tidak pernah menginginkan perceraian dalam rumah tangga kita, namun kita sebagai perempuan juga berhak menolak yang namanya penindasan, pembodohan dan pengkerdilan hak kita sebagai seorang istri. Lagipula belum tentu juga dengan tidak bercerai anak - anak bisa terdidik dengan pendidikan islami jika imam keluarganya saya sudah bobrok dari nilai nilai islam. Sama saja bukan?

Setelah kita ikhlas menjalani hidup untuk mencari ridho Allah bersama suami, kita tidak menuntut dunia yang berlebihan. Istri yang sholehah selalu berpikir tentang akhirat yang dipermudah Allah karena amal ibadah keluarganya. Karena itu tak usah berlama – lama dengan keluarga yang tidak menuntun kepada syariat, dan tak perlu berlama lama kepada suami yang tidak mau memberikan keteladanan agama kepada istri. Seperti juga untuk apa kita tunduk patuh pada suami yang bahkan menjadi imam sholat saja tidak mau. Terlebih ketika ia enggan berdakwah dan berjihad dijalan Allah! Bagaimana ia mau berjihad bahkan jihad menafkahi keluarga saja dia sudah malas. Kita berhak menuntut hak kita sebagai istri, terlebih hak kita untuk perbaikan ruhiyah keluarga kita sebagai seorang muslimah.

Menjauhlah dari perceraian, tapi jika keluargamu justru membawamu ke neraka, maka Lawanlah suamimu dan gugat cerailah ia hingga titik darah penghabisan!

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Selengkapnya...